Header Ads


Kisah Warti, Nenek Yang Bertahan Hidup dengan Berjualan Obat Nyamuk di Trotoar

Sepi pembeli, Warti tiduran di samping jualannya.


Majalahqqhoki.net, MADIUN -Di depan emperan sebuah toko yang sudah tutup di Jalan Trunojoyo, Kota Madiun, malam itu tampak seorang nenek renta tertidur beralaskan kardus dan plastik bekas.

Meski jarum jam sudah menunjukkan pukul 24.00 WIB, nenek yang berumur 81 tahun itu tak beranjak dari tempat tidurnya.

Lampu pelita berbahan bakar minyak tanah yang ditaruh di atas ember bekas cat setia menemaninya untuk berjualan obat nyamuk bakar hingga pagi tiba.

Agen Sakong Online

 Mengenakan kerudung warna ungu dipadu baju lengan panjang dan balutan kain, nenek bernama Warti itu terlihat di antara keremangan lampu pelita. Sesekali ia bangun manakala calon pembeli obat nyamuk datang di lapak lusuhnya.

Tak jauh dari tempat tidurnya, beberapa kardus bekas pembungkus obat nyamuk bakar tersusun rapi pada sebuah rak rakitan terbuat dari bambu dan seng.

Sebanyak delapan kardus bekas pembungkus obat nyamuk bakar berwarna biru tua dan bertuliskan Baygon terlihat dari cahaya lampu pelita.

Di samping kiri kepala perempuan itu, terlihat mangkuk plastik kecil, botol bekas air mineral berisi air teh, nasi bungkus yang tinggal separo dan tiga buah payung.

Meski posisi tidur meringkuk, sadar ada orang di dekatnya, wanita yang semula tidur ini kaget dan terbangun.

"Bade ngersake nopo (mau butuh apa). Niki jam pinten nggeh," ujar Warti (81), warga Gang IV, Jalan Ciliwung, Kota Madiun, Kamis ( 19/4/2018) malam.

Berjualan sejak kecil 

Menurut Warti, usaha jualan di pinggir jalan sudah dilakoninya sejak kecil. Namun ia mengaku sudah lupa tahun berapa awal mulanya ia berjualan.

Sebelum berjualan obat nyamuk bakar, Warti saat masih muda ia berjualan keliling mainan anak-anak. Lantaran sepi pembeli, Warti akhirnya memilih berjualan rokok dan obat nyamuk bakar di pinggir jalan.

 Warti memutuskan berjualan malam hari lantaran fisiknya tak kuat menahan teriknya matahari saat siang hari. Untuk itu, setiap hari ia berangkat dari rumahnya sekitar pukul 18.00 WIB, hingga pagi dini hari.

"Berangkat dari rumah habis magrib. Biasanya saya diantar tukang becak. Kalau mau jalan kaki terlalu jauh. Saya tidak kuat lagi berjalan jauh," ujar Warti.

Warti yang biasa disapa Mbah Prenjak atau Mbah Item menjual obat nyamuk bakarnya Rp 7.000 per bungkus. Namun di tempat jualannya, hanya satu bungkus obat nyamuk bakar yang dipajang. Sisanya ditaruh di dalam ember bekas yang dibungkus karung.

Sering kecurian 

Warti trauma menaruh banyak-banyak barang jualan akan mendatangkan malapetaka bagi dirinya. Sebab, suatu waktu ia pernah kehilangan banyak barang dagangan dengan menggelar banyak barang di tempat jualan.

"Waktu itu saya jualan rokok, obat nyamuk dan korek api. Saat itu ada pemuda yang membeli rokok ecer. Waktu mau saya ambilkan kembalian, dia membawa beberapa bungkus rokok dan lari menggunakan sepeda motor," kenang Warti.

Meski setiap hari rela melawan dinginnya udara malam bahkan terpaan hujan, Warti mengaku tak pernah menghitung keuntungan yang diperoleh dari hasil jualan. Baginya apapun yang dihasilkan dari jualan bisa membuatnya bertahan hidup dengan biaya sendiri.

Perempuan renta yang tidak memiliki anak dan suami ini mengaku terpaksa berjualan di pinggir jalan meski usianya sudah di atas 80 tahun. Warti yang tidak memiliki anak, suami dan saudara di kota pecel itu tak bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari kalau tidak berjualan.

Agen Poker Online

Bagi nenek kelahiran 6 Mei 1937 ini, ia lebih memilih berjualan daripada mengemis di pinggir jalan untuk mengais rezeki. Ia yakin Tuhan akan selalu memberi rezeki bagi setiap orang yang mau berusaha.

Kendati demikian, acapkali saat berjualan, banyak orang yang simpati mendatangi Mbah Warti. Mereka tidak membeli dagangannya, melainkan memberikan sedekah.

"Banyak yang datang ke sini tidak membeli dagangan saya. Malah kadang memberi makan dan sedekah ala kadarnya," kata Warti

Seiring dengan bertambahnya usia, Warti tak gentar tetap terus berusaha berjualan obat nyamuk bakar meski kondisi kesehatan fisiknya makin menurun. Ia mengaku fisiknya mudah lelah dan kakinya sering sakit.

Pun saat musim penghujan tiba, Warti tak pernah asben berjualan. Baginya, berjualan obat nyamuk bakar dari malam hingga pagi hari adalah jalan hidupnya.

"Nggeh mpun ngeten dalan urip kulo (Ya, begini sudah jalan hidup saya)," jelas Warti.

Tiga buah payung masing-masing dua warna abu-abu dan merah selalu setia dibawanya saat berjualan obat nyamuk bakar. Saat hujan tiba-tiba mengguyur, ia membuka tiga buah payung untuk menghalau terjangan air hujan menimpa dirinya.

Namun bila hujan lebat disertai angin, terpaan air hujan acapkali membuatnya basah kuyup. Nenek Warti pun bergeming. Ia tetap nekat berjualan obat nyamuk bakarnya sampai pagi tiba.

Hidup sebatangkara 

Meski berjualan sampai pagi tak membuat Warti bangun hingga siang. Warti yang ditemui di rumah mungilnya tampak sudah mengemas barang-barang yang akan dijual nanti malam.

Belasan obat nyamuk bakar merk Baygon sudah dimasukkan di ember bekas yang dibungkus karung di rumah mungilnya yang memanjang. Bentuk rumah Warti, bagian depan memanjang menyerupai lorong dengan ukuran lebar sekitar dua meter dengan panjang sekitar sepuluh meter. Sementara di bagian belakang rumahnya terdiri dari kamar tempat tidur, dua kamar mandi dan dapur.

Di dalam rumahnya dijumpai banyak bekas kardus, dan sejumlah kayu bakar, dan bungkus rokok. Tak ada televisi dan perabot mewah di rumah mungil sang nenek. Hanya ada kursi, kipas angin lusuh dan tempat tidur beralas tikar plastik.

Warti bercerita, rumahnya dibangun dengan menjual sebagian besar tanah miliknya. Saat ini, rumah mungilnya berhimpitan langsung dengan orang yang membeli tanahnya.

"Dulu rumah saya lumayan luas. Lalu sebagian tanahnya saya jual untuk membangun rumah yang saya tempati saat ini," kata Warti.

 Ditanya suami dan anak, Warti mengaku sudah tidak memilikinya. Ia mengaku, suaminya dahulu tukang becak dan meninggalkan dirinya.

Lantaran peristiwa itu, Warti enggan menyebut nama suaminya. Ia juga tidak memiliki anak selama berumah tangga dengan mantan suaminya itu.

Ditemani foto

Sebagai pengobat kesepiannya, Warti selalu meminta foto orang yang datang ke rumah atau lapak jualannya. Hal itu terlihat beberapa foto bersama antara dirinya dan tamu itu dibungkus plastik bening diikat di paku yang ditancapkan pada salah satu tembok rumahnya.

 Meski sering mendapatkan bantuan, Warti jarang menikmatinya. Barang-barang bantuan dari orang yang diserahkan kepadanya kerap dicuri meski sudah ia simpan di dalam rumahnya.

"Barang-barang dan bantuan yang diberi orang sering dicuri sama maling saat saya berjualan. Padahal pintu rumah sudah saya tutup dan kunci," ungkap Warti.

Hidup Warti yang sebatangkara membuatnya kerap merasa kesepian. Kerabatnya yang berada di Ponorogo pun tidak pernah menengoknya.

Meski hidup sebatangkara, Warti tak pernah menyerah untuk terus bertahan menyambung hidup dengan hanya berjualan obat nyamuk bakar. Tak lupa ia selalu berdoa agar Sang Pencipta memberi umur panjang dan kesehatan.

"Mugi gusti paringan terus kulo sehat (semogo Tuhan selalu memberikan kesehatan)," harap nenek Warti.

Sumber dari, kompas.com

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.