Header Ads


Perlibatan TNI Dalam Pemberantasan Terorisme Harus Diatur Lebih Detail

Petugas Densus 88 tengah berjaga di sekitar rumah terduga teroris di Kawasan Perumahan Kunciran Indah, Pinang, Tangerang, Banten, Rabu (16/05/2018). Sejumlah barang bukti dan tiga orang terduga teroris telah diamankan tim Densus 88 Antiteror Polri.


Majalahqqhoki.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Institute for Defense, Security, and Peace Studies Mufti Makarim berpendapat bahwa mekanisme pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme harus diatur secara detail.

Menurut Mufti, pemerintah harus memperjelas sampai sejauh mana keterlibatan militer dan kewenangan apa saja yang dimiliki oleh TNI dalam menanggulangi terorisme. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi perbedaan tafsir terkait hal teknis pelibatan TNI.

"Perpres-nya (peraturan presiden) diharapkan memberikan deskripsi terhadap kewenangan yang sebenarnya sudah ada di UU TNI, khususnya yang terkait dengan OMSP (Operasi Militer Selain Perang)," ujar Mufti saat dihubungi, Kamis (17/5/2018).

"Pada level tertentu ketika gradasinya meningkat pada keamanan nasional, maka bisa diadakan operasi militer perang yang dikhususkan untuk terorisme," tuturnya.

 Ketentuan pelibatan TNI memang belum diatur secara detail dalam revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme ( RUU Antiterorisme)

Agen Sakong Online

Draf RUU Antiterorisme per 18 April 2018 menyatakan pelibatan TNI mengacu pada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI (UU TNI). Pasal 7 Ayat (2) UU TNI menyebut, TNI bisa dilibatkan dalam operasi militer selain perang.

Pengerahan kekuatan militer untuk operasi selain perang mensyaratkan tiga hal, yakni keputusan politik presiden, situasi kedaulatan teritorial terancam dan komponen negara lainnya menyatakan tidak bisa atau tidak mampu menangani suatu aksi terorisme.

Ketentuan detail terkait teknis pelibatan TNI akan diatur dalam peraturan presiden (perpres).

Mufti pun menegaskan bahwa mekanisme pelibatan TNI dalam perpres harus sesuai dengan unsur dominan yang dianut dalam RUU Antiterorisme.

Dengan demikian, perlu ada akuntabilitas dan pembatasan kewenangan TNI terkait pemberantasan terorisme.

"RUU Antiterorimse kita itu kan unsur dominannya pencegahan, deteksi dini, penindakan dan deradikalisasi," ucapnya.

"Bisa dibayangkan kalau nanti Perpres ini akan membolehkan tentara untuk masuk ke mana saja dengan alasan itu kewenangan yang sudah ada di UU TNI.

Apakah tentara juga akan melakukan operasi militer selain perang dalam konteks deradikalisasi?" kata Mufti.


Sumber dari, Kompas.com

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.