Header Ads


Tak Punya Biaya Berobat, Buruh Tani Ini Hanya Bisa Meratapi Penderitaan Istrinya.....

Puryanto (kanan) saat merawat sang istri, Fitri Maya Wulandari.


Majalahqqhoki.com, LAMONGAN - Puryanto hanya bisa meratap sedih, setiap kali melihat kondisi sang istri, Fitri Maya Wulandari (34), yang hanya bisa tergolek di kasur tipis di ruang utama rumah miliknya di Desa Kandangrejo, Kecamatan Kedungpring, Lamongan, Jawa Timur.

Sebab kondisi Fitri tidak bisa lagi mengingat apa yang ada di sekitarnya, membuat Puryanto dituntut memberikan perhatian ekstra. Padahal, Puryanto hanya tinggal bertiga dengan istri dan juga Ardiansyah Bayu Saputra (11), anak sulungnya dari dua bersaudara.

Bahkan Ardi sempat harus meninggalkan bangku sekolah beberapa waktu lalu, lantaran harus menunggu ibunya tersebut. Sementara Puryanto, mencari nafkah untuk menghidupi keluarga dengan bekerja sebagai buruh tani serabutan.

“Awal kali ibunya Ardi sakit itu sekitar lima tahun lalu. Sejak mengandung adiknya Ardi, istri saya sudah sering nggak sadarkan diri. Tapi saat itu, masih ada sadarnya, nggak seperti sekarang yang sudah tidak sadar sama sekali,” tutur Puryanto, Selasa (22/5/2018).

Selain Ardi, pasangan tersebut juga dikaruniai seorang putra bernama Rangga Satria Ramadhan yang kini telah berusia tiga tahun. Namun dengan kondisi Fitri yang terus memburuk, Rangga lantas diasuh oleh salah satu saudara Fitri, yang menetap dan tinggal di lain desa.

“Siapa yang ingin berpisah dengan anak kandungnya. Tapi mau bagaimana lagi, ini merawat dan nungguin ibunya saja, saya harus bergantian sama Ardi. Sampai-sampai, kemarin Ardi nggak masuk sekolah beberapa bulan karena harus menunggu ibunya saat saya bekerja,” ucap dia.

Puryanto sendiri sudah sempat mencoba berusaha untuk dapat menyembuhkan Fitri dari penyakit yang dialami. Baik pengobatan medis maupun jalur alternatif, sudah pernah dijajaki. Namun karena biaya yang terbatas dan tidak memiliki penghasilan tetap, membuat pengobatan Fitri tidak berjalan maksimal.

“Sudah pernah saya bawa ke puskesmas, yang kemudian oleh pihak puskesmas disuruh melanjutkan ke rumah sakit. Tapi saat itu, karena biaya tak lagi punya dan saya juga harus bekerja, pengobatan di rumah sakit tidak diteruskan. Dengan Fitri kami ajak kembali pulang, dalam kondisi seadanya,” terang Puryanto.

Sejak saat itu Fitri dirawat oleh Puryanto seadanya di rumah, dengan dibantu oleh Ardi ketika bapaknya sedang mendapat panggilan untuk mengerjakan sawah orang lain. Tanpa obat dan perawatan medis mumpuni, membuat kondisi Fitri terus memburuk dan seperti sekarang.

“Mau beli obat pakai uang apa? dari mana? Sebab penghasilan saya sebagai buruh tani, hanya cukup buat makan sehari-hari, itu pun kadang masih kurang. Kemarin saat dirawat di puskesmas dan rumah sakit itu memang gratis, karena kami juga punya BPJS, tapi di luar itu biaya sendiri. Makanya saya putuskan untuk membawanya pulang,” kata dia.

Gangguan Syaraf 

Pada saat dibawa untuk berobat medis, Puryanto mengakui, sempat diberitahu oleh dokter dan pihak medis yang merawat, jika istrinya mengalami gangguan syaraf. Sehingga hal itu menyebabkan Fitri tidak bisa lagi beraktivitas, serta membuatnya hilang ingatan.

“Kata dokter kemarin itu kena syaraf-nya, sehingga jadi seperti ini. Setelah kembali ke rumah, saya sempat menebus obat di salah satu klinik, dan itu memang sempat membuat istri saya sedikit bisa tenang, tidak seperti biasanya. Tapi itu juga baru bisa dua kali penebusan, karena saya memang nggak punya uang lagi,” kata Puryanto.

Hal itu terjadi beberapa bulan lalu. Dengan ia mengatakan, uang yang digunakan untuk mencukupi biaya di luar perawatan puskesmas dan rumah sakit, serta untuk menebus obat di klinik, didapatkan dari hasil menjual kambing yang diternaknya.

“Setelah itu, beberapa kali sempat saya bawa ke pengobatan alternatif dan tradisional juga, begitu ada rejeki. Tapi hasilnya tidak ada perkembangan, masih seperti yang sampean (anda) lihat. Kambing juga sudah habis saya jual,” bebernya.

Kondisi sang ibu yang tidak kunjung sembuh, juga membuat Ardi sedih. Sebelumnya, ia bahkan rela putus sekolah beberapa bulan terakhir. Demi menjaga dan merawat sang ibu, ketika bapaknya sedang bekerja di sawah.

“Kasihan lihat kondisi ibu seperti ini, sudah tidak bisa apa-apa lagi. Saya hanya bisa berdoa, semoga ibu bisa diberi kesehatan dan normal kembali,” ucap Ardi.

Sementara Kepala Desa Kandangrejo Mochammad Choirul Huda membenarkan, bila Fitri sudah mengalami kondisi tersebut sejak beberapa tahun lalu. Tepatnya, setelah melahirkan anak keduanya yang kini diasuh oleh kerabat Fitri.

“Makin parah sejak kelahiran anak keduanya itu, meski sebelumnya sejak datang merantau dari Kalimantan, kondisi Fitri sudah terlihat kurang sehat. Kasihan juga, apalagi mereka juga berasal dari keluarga kurang mampu,” ujar Huda.

Namun sebagai pimpinan desa setempat, Huda mengaku, sudah mengupayakan beberapa pertolongan untuk mengusahakan warganya agar tetap memperoleh hak-haknya. Termasuk, menghubungi instansi dan dinas terkait.

“Untuk kemarin memang sudah kami buatkan surat rujukan, sehingga di puskesmas dan rumah sakit tidak sampai bayar. Saya juga sudah katakan kepada Puryanto, nggak apa-apa pakai mobil di rumah saat Fitri dirujuk ke rumah sakit di Surabaya. Tapi memang agak sulit, karena kalaupun dirujuk siapa juga yang akan menunggu Fitri di sana, karena Puryanto sendiri bekerja, sementara Ardi kan harus sekolah,” beber dia.

“Saya juga sudah sampaikan hal ini kepada Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan setempat, kemarin sudah sempat ditinjau, tapi sampai sekarang memang belum ada tindakan konkret lebih lanjut,” lanjut dia.

Sumber dari, kompas.com

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.