Header Ads


Pengamat: Bukti Permohonan Tim Hukum BPN di MK Tidak Kuat



PastiSatu - Pengamat Pemilu yang juga Ketua Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, Veri Junaidi, mengatakan bahwa bukti permohonan yang disampaikan tim hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa hasil Pilpres tidak kuat.

Ia menilai, permohonan yang telah direvisi dengan total 147 halaman tersebut, jika dinilai secara teori sangat baik, namun bila dikaitkan dengan adanya pelanggaran yang Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM) belum cukup kuat.


1. Bukti yang disampaikan BPN tidak kuat untuk menggugurkan keputusan KPU

Hal tersebut disampaikan Veri saat menghadiri forum diskusi mengenai analisis hasil keputusan MK terkait sengketa Pemilu 2019.

“Tapi harus diakui bahwa dari permohonan yang ada, saya tidak cukup meyakini bahwa apa yang didalilkan dalam permohonan itu memang nyata terjadi. Karena apa? Bukti-bukti yang diajukan memang bukti-bukti yang gak cukup kuat,” kata Veri di kawasan Matraman, Jakarta Timur, Kamis (13/6).


2. BPN harus sertakan bukti primer terkait TSM

Menurutnya, harus ada bukti-bukti primer yang bisa membuktikan adanya kecurangan yang TSM. Hal itu bertujuan agar bisa mempengaruhi hasil sidang sengketa Pilpres di MK.

"Mestinya kalau mereka klaim menang 10 (persen) misalnya, maka buktikan kemenangan 10 persen itu di mana, kesalahan di sisi mana. Itu harus dibuktikan, baru sampaikan ada TSM," ujarnya.


3. Bukti tautan berita media daring tidak kuat

Seperti diketahui, tim hukum BPN menyertakan beberapa bukti terkait TSM yang salah satunya adalah tautan berita dari beberapa portal media daring. Menurut Veri, hal tersebut bisa dilakukan, namun juga harus perlu menyertakan saksi.

“Karena mestinya kalau menggunakan cara pandang yang TSM, yang pertama harus dibuktikan adalah apakah ada bukti primer adanya perintah untuk memenangkan kandidat tertentu,” ujarnya.


4. BPN harus buktikan adanya TSM dalam Pilpres 2019

Kalau pun ditemukan adanya bukti kuat perintah, sambung Veri, maka harus juga dibuktikan lebih lanjut oleh BPN apakah perintah tersebut dijalankan atau tidak.

“Bisa aja perintah itu ada, tapi ternyata misalnya tidak dijalankan, ya gak bisa juga kita menyatakan sudah TSM, karena logikanya yang dibangun di MK itu bukan hanya soal logika pelanggaran tapi logika perselisihan hasil,” terangnya.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.